ETIKA, TATA KRAMA, DAN
TATA CARA PERIKLANAN DI INDONESIA
-
Pengertian Tata Krama
Tata krama adalah
kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia
setempat. Tata krama terdiri atas tata dan krama. Tata berarti adat, aturan ,
norma, peraturan. Krama berarti sopan santun, kelakuan tindakan, perbuatan.
Dengan demikian, tata krama berarti
adab sopan santun, kebiasaan sopan santun, atau sopan santun.
- Tata
Krama Periklanan
Berikut ini adalah tata karma periklanan yang diatur dalam Etika
Pariwara Indonesia (EPI). Diatur berdasarkan isi iklan dan ragam iklan.
1. Isi
Iklan
1.1 Hak
Cipta
Penggunaan,
penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian
dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari
pemilik atau pemegang merek yang sah.
1.2
Bahasa
1.2.1
Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya,
dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran
selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut.
1.2.2
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor
satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama,
tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan
dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
1.2.3
Penggunaan kata-kata tertentu harus memenuhi ketentuan berikut:
a.
Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan,
kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan
tertulis
dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
b.
Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk
yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau
lembaga yang
berwenang.
c. Pada
prinsipnya kata halal tidak untuk diiklankan. Penggunaan kata “halal” dalam
iklan pangan hanya dapat ditampilkan berupa label pangan yang mencantumkan logo
halal
untuk produk–produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama
Indonesia atau lembaga yang berwenang.
d. Kata-kata
”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam kaitan
atau konotasi yang negatif.
1.3 Tanda
Asteris (*)
1.3.1
Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas,
kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang
ketidaktersediaan
sesuatu produk.
1.3.2
Tanda asteris pada iklan di media cetak hanya boleh digunakan untuk memberi
penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda
tersebut.
1.4
Penggunaan Kata ”Satu-satunya”
Iklan
tidak boleh menggunakan kata-kata “satu-satunya” atau yang bermakna sama, tanpa
secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya
dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
1.5
Pemakaian Kata “Gratis”
Kata
“gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan,
bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan
kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
1.6
Pencantum Harga
Jika
harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan
jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga
tersebut.
1.7
Garansi
Jika
suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka
dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
1.8 Janji
Pengembalian Uang (warranty)
Jika
suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti rugi atas pembelian suatu
produk yang ternyata mengecewakan konsumen, maka:
1.8.1.
Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan
lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka
waktu berlakunya pengembalian uang.
1.8.2.
Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah
diiklankannya.
1.9 Rasa
Takut dan Takhayul
Iklan
tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan
kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
1.10
Kekerasan
Iklan
tidak boleh – langsung maupun tidak langsung – menampilkan adegan kekerasan
yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
1.11
Keselamatan
Iklan
tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya
jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
1.12
Perlindungan Hak-hak Pribadi
Iklan
tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang
bersifat massal, atau sekadar sebagailatar, sepanjang penampilan tersebut tidak
merugikan yang bersangkutan.
1.13
Hiperbolisasi
Boleh
dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau
humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak
menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
1.14
Waktu Tenggang (elapse time)
Iklan
yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka
waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
1.15
Penampilan Pangan
Iklan
tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak
pantas lain terhadap makanan atau minuman.
1.16
Penampilan Uang
1.16.1
Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan
norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun
pelecehan yang berlebihan.
1.16.2
Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang
untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah.
1.16.3
Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan
skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.
1.16.4
Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang
dapat terlihat jelas.
1.17
Kesaksian Konsumen (testimony).
1.17.1
Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
1.17.2
Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benarbenar dialami, tanpa
maksud untuk melebih-lebihkannya.
1.17.3
Untuk produk-produk yang hanya dapat memberi manfaat atau bukti kepada
konsumennya dengan penggunaan yang teratur dan atau dalam jangka waktu
tertentu, maka pengalaman sebagaimana dimaksud dalam butir 1.17.2 di atas juga
harus
telah
memenuhi syarat-syarat keteraturan dan jangka waktu tersebut.
1.17.4
Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda
tangani oleh konsumen tersebut.
1.17.5
Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika,
harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat
dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
1.18
Anjuran (endorsement)
1.18.1
Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi
yang dimiliki oleh penganjur.
1.18.2
Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan
mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
1.19
Perbandingan
1.19.1
Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis
produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.
1.19.2
Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan
waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset
tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara
riset tersebut.
1.19.3
Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan
khalayak.
1.20
Perbandingan Harga
Hanya
dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus
disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
1.21
Merendahkan
Iklan
tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
1.22
Peniruan
1.22.1
Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa
sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau
membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau
alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian
eksekusi
termasuk
model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi
huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut
khas lain, dan properti.
1.22.2
Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan
oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun
terakhir.
1.23
Istilah Ilmiah dan Statistik
Iklan
tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistic untuk
menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
1.24
Ketiadaan Produk
Iklan
hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang
diiklankan tersebut.
1.25
Ketaktersediaan Hadiah
Iklan
tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang
bermakna sama.
1.26
Pornografi dan Pornoaksi
Iklan
tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan
untuk tujuan atau alasan apa pun.
1.27
Khalayak Anak-anak
1.27.1
Iklan yang ditujukan kepada khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal
yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan
kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka.
1.27.2
Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak
anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang
tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan
Orangtua” atau simbol yang bermakna sama.
2. Ragam
Iklan
2.1
Minuman Keras
Iklan minuman
keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media nonmassa dan wajib
memenuhi ketentuan berikut:
2.1.1
Tidak mempengaruhi atau merangsang khalayak untuk mulai meminum minuman keras.
2.1.2
Tidak menyarankan bahwa tidak meminum minuman keras adalah hal yang tidak
wajar.
2.1.3
Tidak menggambarkan penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan yang dapat
membahayakan keselamatan.
2.1.4
Tidak menampilkan ataupun ditujukan terhadap anak-anak di bawah usia 17 tahun
dan atau wanita hamil.
2.2 Rokok
dan Produk Tembakau
2.2.1
Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama
khalayaknya berusia di bawah 17 tahun.
2.2.2
Penyiaran iklan rokok dan produk tembakau wajib memenuhi ketentuan berikut:
a. Tidak
merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;
b. Tidak
menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok memberikan manfaat bagi kesehatan;
c. Tidak
memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar, tulisan, atau gabungan
keduanya, bungkus rokok, rokok, atau orang sedang merokok, atau mengarah pada
orang yang sedang merokok;
d. Tidak
ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambar atau tulisan, atau
gabungan keduanya, anak, remaja, atau wanita hamil;
e. Tidak
mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok;
f. Tidak
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.3
Obat-obatan
2.3.1
Iklan tidak boleh secara langsung maupun tersamar menganjurkan penggunaan obat
yang tidak sesuai dengan ijin indikasinya.
2.3.2
Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian suatu obat secara berlebihan.
2.3.3
Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran atau pencitraan yang
menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala
dari sesuatu penyakit.
2.3.4
Iklan tidak boleh menggambarkan atau menimbulkan kesan pemberian anjuran,
rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan obat tertentu oleh profesi
kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis, laboratoris, dan pihak-pihak yang
mewakili
profesi
kesehatan, beserta segala atribut, maupun yang berkonotasi profesi kesehatan.
2.3.5
Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu obat merupakan syarat mutlak untuk
mempertahankan kesehatan tubuh.
2.3.6
Iklan tidak boleh memanipulasi atau mengekspolitasi rasa takut orang terhadap
sesuatu penyakit karena tidak menggunakan obat yang diiklankan.
2.3.7
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti “aman”, “tidak
berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas risiko” dan ungkapan lain yang
bermakna sama, tanpa disertai keterangan yang memadai.
2.3.8
Iklan tidak boleh menawarkan diagnosa pengobatan atau perawatan melalui
surat-menyurat.
2.3.9
Iklan tidak boleh menawarkan jaminan pengembalian uang (warranty).
2.3.10
Iklan tidak boleh menyebutkan adanya kemampuan untuk menyembuhkan penyakit
dalam kapasitas yang melampaui batas atau tidak terbatas.
2.4
Produk Pangan
2.4.1
Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita untuk produk yang bukan
diperuntukkan bagi balita.
2.4.2
Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang berkadar tinggi sehingga
dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan
anak–anak, dilarang dimuat dalam media yang secara khusus ditujukan
kepada
anak–anak.
2.4.3
Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi, dilarang dimuat dalam media
massa. Pemuatan pada media nonmassa, harus sudah mendapat persetujuan Menteri
Kesehatan, atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan serta mencantumkan
keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.
2.5
Vitamin, Mineral, dan Suplemen
2.5.1
Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI atau badan yang berwenang untuk itu.
2.5.2
Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa vitamin, mineral atau
suplemen selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai
gizinya.
2.5.3
Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa penggunaan vitamin,
mineral dan suplemen adalah syarat mutlak bagi semua orang, dan memberi kesan
sebagai obat.
2.5.4
Iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan
dapat diperoleh hanya dari penggunaan vitamin, mineral atau suplemen.
2.5.5
Iklan tidak boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan secara
langsung atau tidak langsung.
2.6
Produk Peningkat Kemampuan Seks
2.6.1
Iklan produk peningkat kemampuan seks hanya boleh disiarkan dalam media dan
waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.
2.6.2
Produk obat-obatan, vitamin, jamu, pangan, jasa manipulasi, mantra dan
sebagainya, tidak boleh secara langsung, berlebihan, dan atau tidak pantas,
menjanjikan peningkatan kemampuan seks.
2.7
Kosmetika
2.7.1
Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI, atau badan yang berwenang untuk itu.
2.7.2
Iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak seketika, jika ternyata penggunaannya
harus dilakukan secara teratur dan terus menerus.
2.7.3
Iklan tidak boleh menawarkan hasil yang sebenarnya berada di luar kemampuan
produk kosmetika.
2.8 Alat
Kesehatan
2.8.1
Iklan harus sesuai dengan jenis produk yang disetujui Departemen Kesehatan RI,
atau badan yang berwenang untuk itu.
2.8.2
Iklan kondom, pembalut wanita, pewangi atau deodoran khusus dan produk-produk
yang bersifat intim lainnya harus ditampilkan dengan selera yang pantas, dan
pada waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.
2.9 Alat
dan Fasilitas Kebugaran atau Perampingan
Iklan
yang menawarkan alat atau fasilitas kebugaran atau perampingan, tidak boleh
memberikan janji yang tidak dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek samping
yang mungkin timbul akibat penggunaan alat atau fasilitas tersebut.
2.10
Klinik, Poliklinik, dan Rumah Sakit
2.10.1
Iklan Klinik, poliklinik, atau rumah sakit diperbolehkan hanya jika ia
ditampilkan sebagai entitas bisnis yang menawarkan jenis jasa dan atau
fasilitas yang tersedia. 2.10.2 Iklan klinik, poliklinik, atau rumah sakit
tidak boleh menampilkan tenaga profesional medis apa pun, ataupun segala
atributnya, secara jelas ataupun tersamar.
2.10.3
Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan
dalam bentuk apa pun.
2.11 Jasa
Penyembuhan Alternatif
2.11.1
Iklan penyembuhan alternatif hanya diperbolehkan beriklan bila telah memiliki
ijin yang diperlukan.
2.11.2
Iklan penyembuhan alternatif tidak boleh menyalahgunakan simbol, ayat atau
ritual keagamaan sebagai prasyarat penyembuhannya.
2.12
Organ Tubuh Transplantasi dan Darah
Organ
tubuh transplantasi seperti: ginjal, jantung, kornea dan lain-lain, maupun
darah manusia tidak boleh diiklankan, baik untuk tujuan mencari pembeli maupun
penjual.
2.13
Produk Terbatas
2.13.1
Iklan produk terbatas tidak boleh menyamarkan atau mengimplikasikan produk dan
atau pesan iklannya sedemikian rupa, sehingga menihilkan maksud atau tujuan
dari peraturan tersebut.
2.13.2
Iklan produk terbatas tidak boleh dipublikasikan melalui media dan atau waktu
penyiaran yang bukan untuk khalayak dewasa.
2.14 Jasa
Profesi
Jasa-jasa
profesi seperti dokter, pengacara, notaris, akuntan, dll hanya dapat
mengiklankan tentang jam praktik atau jam kerja, dan pindah alamat, sesuai
dengan kode etik profesi masing-masing.
2.15
Properti
2.15.1
Iklan properti hanya dapat dimediakan jika pihak pengiklan telah memperoleh hak
yang sah atas kepemilikan, maupun seluruh izin yang diperlukan dari yang
berwenang, serta bebas dari tuntutan oleh pihak lain manapun.
2.15.2
Jika iklan, atau katalog yang dirujuknya, mencantumkan ketentuan tentang
jual-beli, maka syarat-syaratnya harus jelas dan lengkap.
2.16
Peluang Usaha dan Investasi
Iklan
produk investasi yang menawarkan kesempatan berusaha, janji pengembalian modal,
pinjam-meminjam atau pembagian keuntungan, wajib secara jelas dan lengkap
menyebutkan sifat dan bentuk penawaran serta secara seimbang menyebutkan resiko
yang mungkin dihadapi khalayak jika menjadi investor.
2.17
Penghimpunan Modal
Iklan
yang menawarkan penghimpunan modal harus secara jelas mencantumkan bahwa
penghimpunan modal dimaksud hanya dilakukan melalui pasar modal.
2.18 Dana
Sosial dan Dana Amal
2.18.1
Iklan yang menyatakan sebagai sumbangan untuk dana amal harus mencantumkan
tujuan untuk menyerahkan sekurangkurangnya 2/3 bagian dari hasil bersih yang
dihimpunnya kepada badan sosial atau pihak yang akan menerima
sumbangan.
2.18.2
Iklan dana sosial atau dana amal harus mencantumkan badan sosial/amal, atau
pihak yang akan menerima dana tersebut.
2.18.3
Setelah penyelenggaraan iklan dana sosial atau dana amal, harus diikuti dengan
iklan laporan kepada publik yang merinci perolehan dan peruntukan dari dana
sosial atau dana amal tersebut, serta tempat dan waktu dilakukannya penyerahan.
2.19
Kursus dan Lowongan Kerja
2.19.1
Iklan kursus tidak boleh mengandung janji untuk memperoleh pekerjaan atau
penghasilan tertentu.
2.19.2
Iklan lowongan kerja tidak boleh secara berlebihan menjanjikan gaji dan atau
tunjangan yang akan diperoleh.
2.19.3
Iklan lowongan kerja tidak boleh memberi indikasi adanya diskriminasi atas
suku, agama atau ras tertentu.
2.20
Gelar Akademis
Iklan
tidak boleh menawarkan perolehan gelar akademis dengan cara membeli atau dengan
imbalan materi apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.21
Berita Keluarga
2.21.1
Iklan tidak boleh memberi pernyataan pemutusan hubungan keluarga dari ataupun
terhadap orang yang berusia kurang dari 17 tahun.
2.21.2
Iklan tentang perceraian wajib mencantumkan rujukan dari keputusan lembaga
pemerintah terkait. Iklan perceraian secara Islam wajib mencantumkan tingkat
talak atau rujukan dari keputusan pengadilan agama terkait.
2.22
Gerai Pabrik (factory outlet)
Iklan
gerai pabrik hanya boleh disiarkan untuk dan atas nama pabrik yang bersangkutan
atau pihak yang ditunjuk secara resmi oleh pabrik tersebut.
2.23
Penjualan Darurat dan Lelang Likuidasi
Iklan
tidak boleh digunakan untuk mengiklankan sesuatu produk karena alasan
kebangkrutan dengan tujuan untuk menyesatkan atau mengelabui konsumen.
2.24
Kebijakan Publik
Iklan
kebijakan publik (iklan pamong, iklan politik, dan iklanPemilu/Pilkada), harus
memenuhi ketentuan berikut:
2.24.1
Tampil jelas sebagai suatu iklan.
2.24.2
Tidak menimbulkan keraguan atau ketidaktahuan atas identitas pengiklannya.
Identitas pengiklan yang belum dikenal secara umum, wajib mencantumkan nama dan
alamat lengkapnya.
2.24.3
Tidak bernada mengganti atau berbeda dari suatu tatanan atau perlakuan yang
sudah diyakini masyarakat umum sebagai kebenaran atau keniscayaan.
2.24.4
Tidak mendorong atau memicu timbulnya rasa cemas atau takut yang berlebihan
terhadap masyarakat.
2.24.5
Setiap pesan iklan yang mengandung hanya pendapat sepihak, wajib menyantumkan
kata-kata “menurut kami”, “kami berpendapat” atau sejenisnya.
2.24.6
Jika menyajikan atau mengajukan suatu permasalahan atau pendapat yang bersifat
kontroversi atau menimbulkan perdebatan publik, maka harus dapat – jika diminta
– memberikan bukti pendukung dan atau penalaran yang dapat
diterima
oleh lembaga penegak etika, atas kebenaran permasalahan atau pendapat tersebut.
2.24.7
Terkait dengan butir 2.24.6 di atas, iklan kebijakan public dinyatakan
melanggar etika periklanan, jika pengiklannya tidak dapat atau tidak bersedia
memberikan bukti pendukung yang diminta lembaga penegak etika periklanan.
2.24.8
Jika suatu pernyataan memberi rujukan faktual atas temuan sesuatu riset, maka
pencantuman data-data dari temuan tersebut harus telah dibenarkan dan disetujui
oleh pihak penanggungjawab riset dimaksud.
2.24.9
Tidak boleh merupakan, atau dikaitkan dengan promosi penjualan dalam bentuk apa
pun.
2.25
Iklan Layanan Masyarakat (ILM)
2.25.1
Penyelenggaraan ILM yang sepenuhnya oleh pamong atau lembaga nirlaba dapat
memuat identitas penyelenggara dan atau logo maupun slogan.
2.25.2
Kesertaan lembaga komersial dalam penyelenggaraan ILM hanya dapat memuat nama
korporatnya.
2.26 Judi
dan Taruhan
Segala
bentuk perjudian dan pertaruhan tidak boleh diiklankan baik secara jelas maupun
tersamar.
2.27
Senjata, Amunisi, dan Bahan Peledak
Senjata
api dan segala alat yang dibuat untuk mencelakakan atau menganiaya orang,
maupun amunisi dan bahan peledak tidak boleh diiklankan.
2.28
Agama
Agama dan
kepercayaan tidak boleh diiklankan dalam bentuk apapun.
2.29
Iklan Multiproduk
Jika
sesuatu iklan tampil secara multiproduk atau multimerek, maka setiap ketentuan
etika periklanan yang berlaku bagi masing-masing produk atau merek tersebut
berlaku pula bagi keseluruhan gabungan produk atau merek tersebut.
Kesimpulan:
Tata krama adalah
kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia
setempat. Dalam hal ini, periklanan harus memiliki tata krama dan etika yang
harus diterima oleh masyarakat sehingga tidak terjadi konflik dan kontroversi
yang terjadi di masyarakat. Dan tata krama dan tata cara periklanan di
Indonesia diatur dalam buku Etika Pariwara Indonesia. Buku ini dibuat agar biro
iklan ataupun oknum-oknum yang akan membuat iklan tidak terbentur oleh etika-etika
yang ada di masyarakat, sehingga iklan yang dibuat dapat diterima di masyarakat
tanpa harus terjadi konflik dan kontroversi yang bisa terjadi di masyarakat.
Sumber:
http://faizal.student.umm.ac.id/2010/05/04/tata-krama-dan-tata-cara-periklanan-indonesia/
http://www.p3i-pusat.com/epi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar